Kamis, 30 Mei 2013

Tugas Berat Menanti Pep Guardiola

Dua dinasti berbeda, Bayern Munich bukan Barcelona. Tugas sakral tengah menanti sang juru taktik segudang prestasi, Pep Guardiola. Kombinasi sempurna! Sebuah generasi emas yang meraih kesuksesan paling prestisius di Eropa lalu dipasangkan dengan pelatih yang mendandani dirinya dengan segudang kesuksesan dalam empat tahun terakhir. Yah, adalah Bayern Munich dan Pep Guardiola. Pada Januari awal tahun ini bekas pembesut Barcelona itu diumumkan bakal menjadi pelatih selanjutnya The Bavarian. Tapi yang jadi masalah, empat bulan kemudian, raksasa Jerman ini menjadi raja di Eropa, dan di sinilah mungkin gambaran mandat besar telah menanti sang calon pelatih gres. Tak hanya itu, beban moril lebih besar lagi akan terasa tatkala Pep mengetahui jika Bayern mampu menjadi kampiun Bundesliga Jerman dengan menyisakan gap 25 poin, berpeluang besar merengkuh Piala Jerman, dan baru-baru ini menjuarai Liga Champions. Satu hal yang kiranya bakal mengganggu tidur nyenyak pria plontos itu: kebrilianan peracik strategi Bayern, Jupp Heynckes, akan sulit diikuti oleh siapapun, termasuk Pep. Bayern telah menyia-nyiakan dua dari tiga final Liga Champions terakhir. Musim lalu, mereka bertekuk lutut di hadapan Chelsea di Aliianz Arena yang lantas menyisakan keraguan besar akan kapasitas mental tim, belum lagi di ajang Bundesliga mereka harus terpaku merana menyaksikan sang rival, Borussia Dortmund, secara back-to-back mengklaim trofi domestik. Penunjukkan Pep sepertinya saat itu menjadi langkah paling dinanti.Tapi di luar dugaan, Bayern melalui musim ini dengan gemilang tanpa pria Catalan tersebut. Anak-anak Bavarian bahkan lebih sensaional dari yang dibayangkan dengan mampu menunjukkan kemenangan-kemenangan mencolok: 9-2, 6-1 di beberapa kesempatan, menang 5-0 kala bermain tandang, dan raihan-raihan tiga angka telak lainnya. Dan paling mentereng, tentu saja "kemenangan mukjizat" kala meruntuhkan Barcelona, sebuah dinasti yang telah dibangun Pep dalam beberapa tahun terakhir, dengan agregat skor 7-0. Kekalahan itu sekaligus memunculkan anggapan jika era si laskar Catalan sudah tamat, dan saatnya bahtera Deutch melangit. Di Barcelona Pep memang sudah meraih segalanya, tapi atmosfer di Jerman sudah barang tentu berbeda dengan negeri Matador. Dan sepertinya pria 42 tahun ini bakal menduduki posisi yang kurang nyaman saat mulai menancapkan stempel jati dirinya di internal Bayern, apalagi Pep sejatinya masih ingin menikmati masa rehatnya dari sepakbola setelah mengundurkan diri dari kursi panas di Camp Nou. Namun penunjukan yang dilakukan Bayern membuat Pep seperti tidak punya pilihan selain kembali bergulat di dunia manajerial sepakbola, dan kini Bayern tengah berstatus sebagai tim jawara. Serangkaian hasil-hasil major yang diraih Bayern boleh jadi adalah misi yang lebih berat yang sebelumnya tak pernah dirasakan sama sekali oleh Pep. Barangkali, Pep bakal duduk manis menyaksikan final kontra Dortmund jika saja dia tidak mengambil job mengarsiteki Bayern musim depan. Tapi apa yang dia lihat pada diri Bayern sekarang, bisa jadi bakal membuat Pep berkeringat dingin. Di laga final itu sendiri, BVB tampak bermain nyaman di 25 menit pertama, tetapi Bayern pada akhirnya menyudahi laga dengan persentasi penguasaan bola sebanyak 61 persen, sesuatu yang sama dengan statisik setiap pertandingan yang dilakoni Pep bersama Barca di 247 laganya. Ayah tiga anak ini diyakini pasti akan mengadopsi irama passing-passing ala Barca ke dalam tubuh Bayern, namun jawara Jerman itu sejatinya sudah menguasai sisi teknikal bermain di level puncak, seperti pendistribusian bola yang mengalir ke segala arah lapangan dengan cepat, lalu menyuguhkan tekanan-tekanan hebat, kendati mereka tak punya figur sekakap Lionel Messi. Namun dari aspek kolektivitas, Bayern tak bisa disandingkan dengan tim-tim lain. Jadi Pep sepertinya harus memilih dengan bijaksana, mengusung filosofi dirinya atau meneruskan tongkat pakem yang sudah ada. Pep mungkin sudah dinanti oleh publik Bavarian, termasuk oleh para penggawa, yang dipastikan akan melimpahkan asa besar ke kepala juru taktik tersukses Los Blaugrana itu. Bongkar-pasang skuat sudah pasti tidak terelakkan. Bisa saja sang pahlawan di Wembley, Arjen Robben, menjadi orang pertama yang bakal dipersilakan keluar oleh Pep. Namun apapun itu, agenda terdekat Bayern adalah menghadapi final DFB Pokal kontra Stuttgart pada 1 Juni mendatang. Bayern berdiri di podium juara di akhir laga, artinya tugas berat memang tengah memanggil Pep untuk terus memaintain kecemerlangan Bayern seperti di momen ini. Tapi di luar dugaan, Bayern melalui musim ini dengan gemilang tanpa pria Catalan tersebut. Anak-anak Bavarian bahkan lebih sensaional dari yang dibayangkan dengan mampu menunjukkan kemenangan-kemenangan mencolok: 9-2, 6-1 di beberapa kesempatan, menang 5-0 kala bermain tandang, dan raihan-raihan tiga angka telak lainnya. Dan paling mentereng, tentu saja "kemenangan mukjizat" kala meruntuhkan Barcelona, sebuah dinasti yang telah dibangun Pep dalam beberapa tahun terakhir, dengan agregat skor 7-0. Kekalahan itu sekaligus memunculkan anggapan jika era si laskar Catalan sudah tamat, dan saatnya bahtera Deutch melangit. Di Barcelona Pep memang sudah meraih segalanya, tapi atmosfer di Jerman sudah barang tentu berbeda dengan negeri Matador. Dan sepertinya pria 42 tahun ini bakal menduduki posisi yang kurang nyaman saat mulai menancapkan stempel jati dirinya di internal Bayern, apalagi Pep sejatinya masih ingin menikmati masa rehatnya dari sepakbola setelah mengundurkan diri dari kursi panas di Camp Nou. Namun penunjukan yang dilakukan Bayern membuat Pep seperti tidak punya pilihan selain kembali bergulat di dunia manajerial sepakbola, dan kini Bayern tengah berstatus sebagai tim jawara. Serangkaian hasil-hasil major yang diraih Bayern boleh jadi adalah misi yang lebih berat yang sebelumnya tak pernah dirasakan sama sekali oleh Pep. Barangkali, Pep bakal duduk manis menyaksikan final kontra Dortmund jika saja dia tidak mengambil job mengarsiteki Bayern musim depan. Tapi apa yang dia lihat pada diri Bayern sekarang, bisa jadi bakal membuat Pep berkeringat dingin. Di laga final itu sendiri, BVB tampak bermain nyaman di 25 menit pertama, tetapi Bayern pada akhirnya menyudahi laga dengan persentasi penguasaan bola sebanyak 61 persen, sesuatu yang sama dengan statisik setiap pertandingan yang dilakoni Pep bersama Barca di 247 laganya. Ayah tiga anak ini diyakini pasti akan mengadopsi irama passing-passing ala Barca ke dalam tubuh Bayern, namun jawara Jerman itu sejatinya sudah menguasai sisi teknikal bermain di level puncak, seperti pendistribusian bola yang mengalir ke segala arah lapangan dengan cepat, lalu menyuguhkan tekanan-tekanan hebat, kendati mereka tak punya figur sekakap Lionel Messi. Namun dari aspek kolektivitas, Bayern tak bisa disandingkan dengan tim-tim lain. Jadi Pep sepertinya harus memilih dengan bijaksana, mengusung filosofi dirinya atau meneruskan tongkat pakem yang sudah ada. Pep mungkin sudah dinanti oleh publik Bavarian, termasuk oleh para penggawa, yang dipastikan akan melimpahkan asa besar ke kepala juru taktik tersukses Los Blaugrana itu. Bongkar-pasang skuat sudah pasti tidak terelakkan. Bisa saja sang pahlawan di Wembley, Arjen Robben, menjadi orang pertama yang bakal dipersilakan keluar oleh Pep. Namun apapun itu, agenda terdekat Bayern adalah menghadapi final DFB Pokal kontra Stuttgart pada 1 Juni mendatang. Bayern berdiri di podium juara di akhir laga, artinya tugas berat memang tengah memanggil Pep untuk terus memaintain kecemerlangan Bayern seperti di momen ini.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...